Sabtu, 12 Desember 2015

Sistem Kontrol Tekanan Darah Ditemukan di Ginjal

Penemuan baru menunjukkan bagaimana jutaan unit kerja di ginjal mengatur pengelolaan garam. Hal ini memperkenalkan terapi baru yang mungkin bisa untuk mengobati tekanan darah tinggi.



Ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit kerja yang disebut nefron. Unit struktural dasar ini mengeluarkan produk yang akan dibuang dari darah, mendaur ulang beberapa zat untuk digunakan kembali serta mengeliminasi sisanya sebagai urin. Bagian terakhir nefron, yang disebut nefron distal, membantu mengatur tekanan darah dengan cara mengontrol kadar sodium dalam darah kita.

Saat ini para ilmuwan di Pusat Sains Kesehatan Universitas Texas San Antonio melaporkan bagaimana fungsi dasar nefron distal ini diatur. Mereka mendemonstrasikan bahwa penanganan sodium oleh nefron distal berada di bawah kontrol sistem pengaturan lokal.

Kerusakan atau disfungsi sistem ini menghasilkan hipertensi yang disebabkan oleh penyimpanan garam yang tidak baik oleh ginjal, seperti yang ditemukan oleh para ilmuan dalam penelitian terhadap tikus.

"Studi ini memberikan bukti pertama yang tak diragukan lagi terhadap sistem kontrol tekanan darah pada nefron distal di ginjal," kata peneliti senior James Stockand, Ph.D., profesor fisiologi di Pusat Sains Kesehatan, seperti yang dikutip e! Science News(14/01/11). "Ternyata pengontrolan penyerapan kembali sodium oleh sistem ini sama pentingnya dengan pengaturan tekanan darah normal sebagai sistem yang sudah lebih dikenal, yang bernama sistem renin-angiotensin-aldosterone, yang bekerja di luar ginjal."

Banyak pengobatan yang mengobati tekanan darah tinggi menargetkan penanganan garam di ginjal. "Penelitian ini memperkenalkan target terapi baru yang mungkin bisa dilakukan," kata Dr. Stockand.


http://sainspop.blogspot.co.id/2011/01/sistem-kontrol-tekanan-darah-ditemukan.html

ROKOK



     Bahaya rokok pada umumnya saya rasa sudah banyak yang tahu, apalagi bagi orang yang tiap hari menghisap rokok, soalnya kan dalam setiap bungkus rokok terdapat tulisan tentang bahaya rokok, seperti ini. MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANGKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN,
    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, yang menjadi kebutuhan dasar derajat kesehatan masyarakat, salah satu aspeknya adalah “tidak ada anggota keluarga yang merokok“. Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban saya dan para kader kesehatan untuk mensosialisasikannya.
    Setiap kali menghirup asap rokok, entah sengaja atau tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4.000 macam racun! Karena itulah, merokok sama dengan memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru. Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita mungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya.
     Saat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan organisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.
    Melalui resolusi tahun 1983, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia setiap tahun.
Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit.
DAMPAK PARU-PARU
     Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. 
    Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM). Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
    Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.
Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih sering. 
DAMPAK TERHADAP JANTUNG
    Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).
    Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.
      Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif.
    Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti.
    Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
   Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.
    Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah. Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.
http://aldyn.heck.in/artikel-biologi-tentang-rokok.xhtml

Ribuan Spesies Ditemukan dalam Lingkungan Ekstrim Danau di Kedalaman Es Antartika

      Sabtu, 6 Juli 2013 - Keberadaan spesies laut dan air tawar mendukung hipotesis bahwa danau tersebut pernah terhubung ke laut, dan bahwa air tawar tersimpan ke dalam danau oleh gletser yang tergeser ke dalam.

     Danau Vostok, terpendam di bawah gletser di Antartika, sebuah kawasan yang begitu gelap, dalam dan dingin, yang dijadikan oleh para ilmuwan sebagai model untuk kondisi ekstrim di planet lain, tempat yang diduga tak mungkin ditempati organisme apapun untuk hidup. Namun, penelitian dari Dr. Scott Rogers, seorang profesor ilmu biologi di Bowling Green State University, bersama rekan-rekannya, secara mengejutkan telah menyingkap berbagai bentuk kehidupan yang bersemayam dan bereproduksi dalam lingkungan yang paling ekstrim tersebut. Sebuah makalah yang dipublikasikan dalam jurnal PLoS ONE (Public Library of Science) edisi 26 Juni, merinci ribuan spesies yang teridentifikasi melalui pengurutan DNA dan RNA.
    “Batas-batas pada apa yang layak huni dan apa yang tidak berubah,” umbar Rogers. Hasil studi kini menjadi artikel keempat yang dipublikasikan tim riset dalam menginvestigasi Danau Vostok. Riset yang memakan biaya lebih dari 250 ribu dolar ini terwujud berkat dukungan beberapa pendanaan: dua hibah di antaranya berasal dari National Science Foundation, satu dari U.S. Department of Agriculture dan satu lagi dari Komite Riset Fakultas Bowling Green State University.
      Saat berpikir tentang Danau Vostok, Anda harus berpikir besar. Selain sebagai yang terdalam keempat di dunia, danau ini juga yang terbesar dari sekitar 400 danau subglasial yang ada di Antartika. Es yang menutupinya selama 15 juta tahun kini memiliki kedalaman sejauh lebih dari dua mil, menciptakan tekanan yang besar pada danau. Beberapa nutrisi tersedia di sana. Danau ini terletak jauh di bawah permukaan laut dalam sebuah tekanan yang sudah terbentuk sejak 60 juta tahun yang lalu di saat lempeng benua bergeser dan terpecah-pecah. Iklim di sana begitu keras dan sulit ditebak sehingga, untuk mengunjunginya, para ilmuwan harus berbekal peralatan khusus dan pelatihan bertahan hidup.
       Tidak hanya dianggap sebagai tak layak huni, Danau Vostok bahkan diduga sebagai lingkungan yang steril. Namun apa yang ditemukan Roger lewat penelitian ini jauh di luar dugaan. Bekerja dengan menyingkirkan bagian-bagian inti dari lapisan dalam es yang menggumpal dari air danau yang membeku hingga ke bagian dasar gletser yang berhimpitan dengan danau, Rogers meneliti es semurni berlian yang terbentuk dalam tekanan besar dan suhu relatif hangat yang bisa ditemukan pada kedalaman seperti itu. Tim riset mengambil sampel berupa beberapa inti dari dua area di danau tersebut; cekungan utama sebelah selatan dan area dekat teluk di ujung barat daya danau.
     “Kami menemukan kompleksitas lebih dari yang dipikirkan siapapun,” seru Rogers, “Ini sungguh menunjukkan kegigihan hidup, juga menunjukkan bagaimana organisme dapat bertahan hidup di tempat yang mana beberapa tahun lalu sempat kami kira takkan ada yang bisa bertahan hidup.
     ”Dengan mengurutkan DNA dan RNA dari sampel gumpalan es, tim riset mengidentifikasi ribuan bakteri, termasuk beberapa yang biasanya ditemukan dalam sistem pencernaan ikan, krustasea dan cacing Annelida, selain jamur dan dua spesies archaea, atau organisme bersel-tunggal yang cenderung hidup di lingkungan ekstrim. Spesies lain yang teridentifikasi berhubungan dengan habitat berupa sedimen danau atau laut. Psychrophiles, atau organisme yang hidup di lingkungan dingin yang ekstrim, ditemukan bersamaan dengan penghuni lingkungan panas, thermophiles, menunjukkan adanya ventilasi hidrotermal di danau tersebut. Menurut Rogers, keberadaan spesies laut dan air tawar ini mendukung hipotesis bahwa danau tersebut pernah terhubung ke laut, dan bahwa air tawar tersimpan ke dalam danau oleh gletser yang tergeser ke dalam.
   “Banyak dari spesies yang kami urutkan merupakan jenis yang bisa kita temukan di sebuah danau,” ungkap Rogers, “Sebagian besar organisme tampaknya mahkluk air (air tawar), dan banyak spesies yang biasanya hidup di sendimen laut atau danau.”
     Sebelum 35 juta tahun yang lalu, Antartika merupakan kawasan beriklim   hangat yang dihuni oleh beragam tanaman dan hewan. Kemudian, sekitar 34 juta tahun lalu, “terjadilah penurunan suhu secara besar-besaran” dan es menutupi kawasan danau di saat danau itu mungkin masih terhubung dengan Samudera Selatan. Peristiwa ini menurunkan tingkat permukaan laut hingga sekitar 300 meter, yang serta merta memotong Danau Vostok dari lautan lepas. Lapisan es mengalami turun naik hingga akhirnya kembali terjadi penurunan suhu besar-besaran sekitar 14 juta tahun yang lalu, menyebabkan permukaan laut mengalami tingkat penurunan yang jauh lebih rendah dari sebelumnya.
   “Kami mulai berpikir untuk melakukannya dengan cara yang berbeda,” tutur Rogers. Alih-alih menggunakan organisme hidup yang terkultur, mereka berkonsentrasi pada pengurutan DNA dan RNA di dalam es. Metode ini, yang disebut metagenomics dan metatranscriptomics, menghasilkan ribuan urutan dalam sekali waktu untuk kemudian dianalisis menggunakan komputer – prosedur yang secara kolektif disebut sebagai metode “Big Data”. Sebaliknya, dengan prosedur lama biasanya dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan organisme berkultur yang cukup untuk beberapa lusin urutan.
    “Dengan menggunakan metode ini, kami dapat menjamin kehandalannya hampir 100 persen,” kata Rogers. Pada akhirnya, proses dalam metode ini menghasilkan pelet asam nukleat yang mengandung DNA dan RNA, saatnya untuk bisa diurutkan.
     Rogers merasa bahwa timnya melakukan kesalahan besar dari sisi konservatif dalam melaporkan hasil-hasil riset tersebut, termasuk berupa urutan-urutan yang bisa saja hanya berasal dari gumpalan es, namun banyak pula urutan lain yang ia rasa mungkin berasal dari danau, membuka jalan awal untuk penyelidikan tambahan.

Urutan DNA yang sudah mereka hasilkan kini tersimpan dalam database National Center for Biotechnology GenBank, dan tersedia bagi para peneliti lain yang melakukan studi lebih lanjut.

http://www.faktailmiah.com/2013/07/06/ribuan-spesies-ditemukan-dalam-lingkungan-ekstrim-danau-di-kedalaman-es-antartika.html

Untuk Ketersediaan Pangan di Masa Depan, Diperlukan Evaluasi Kekayaan Bank Benih Dunia

     Sabtu, 6 Juli 2013 - Meski berbagai benih dapat dengan mudah diakses dalam 1.700 bank gen di seluruh dunia, potensinya tidak dimanfaatkan secara penuh dalam pembudidayaan tanaman.
    
    Kurang dari selusin tanaman berbunga dari 300.000 spesies terhitung merupakan 80 persen dari asupan kalori manusia. Dengan fakta demikian, maka diperlukan pemanfaatan tanaman yang tak terpakai untuk membantu menambah ketersediaan pangan dunia dalam waktu dekat, klaim ahli genetika tanaman Universitas Cornell, Susan McCouch, dalam jurnal Nature edisi 4 Juli.
    Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk serta kian meningkatnya pendapatan di seluruh dunia, para peneliti memperkirakan bahwa ketersediaan pangan dunia harus mencapai dua kali lipat dalam 25 tahun ke depan. Keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam bank gen tanaman, ditambah dengan kemajuan dalam bidang genetika dan budi daya tanaman, dapat menjadi solusi untuk memenuhi tuntutan pangan yang lebih banyak dalam menghadapi perubahan iklim, degradasi tanah dan air serta keterbatasan lahan.
    “Bank gen menyimpan ratusan ribu bahan kultur jaringan dan benih yang dikumpulkan dari ladang petani, dan dari populasi liar, tersedia bahan baku yang dibutuhkan dalam budi daya tanaman untuk menciptakan tanaman pangan di masa depan,” ungkap McCouch.
   Meski berbagai benih dapat dengan mudah diakses dalam 1.700 bank gen di seluruh dunia, “potensinya tidak dimanfaatkan secara penuh dalam pembudidayaan tanaman,” kata McCouch. Saat ini, sulit bagi para petani untuk memanfaatkan kekayaan materi genetik dalam bank benih akibat kurangnya informasi tentang gen beserta sifat-sifat pada sebagian besar tanaman. Karena dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengidentifikasi dan kemudian menggunakan sumber daya genetik liar dan tak teradaptasi, “para petani harus punya gagasan yang bagus tentang manfaat genetik dari sumber daya yang tidak dikarakterisasikan sebelum mencoba menggunakannya dalam program budi daya,” tambah McCouch.
     Dalam makalah studi ini, McCouch beserta rekan-rekannya menguraikan rencana tiga-poin untuk mengatasi kendala-kendala tersebut:
  • Sebuah upaya pengurutan genetik secara besar-besaran pada bank-benih yang ada untuk mendokumentasikan apa saja yang ada di dalam berbagai koleksi, bertujuan untuk secara strategis menargetkan percobaan dalam mengevaluasi ciri-ciri apa saja yang dimiliki suatu tanaman dan mulai memprediksi kinerja tanaman tersebut.
  • Sebuah inisiatif pengevaluasian ciri tanaman secara meluas, tidak hanya pada bank-gen, tapi juga pada keturunan yang dihasilkan dari persilangan materi liar dan eksotis dengan varietas teradaptasi yang ditargetkan untuk penggunaan lokal.
  • Sebuah infrastruktur informatika yang bisa diakses secara internasional untuk mengkoordinasikan data yang baru dikelola secara mandiri oleh para kurator bank-gen, agronom dan petani.

    Menurut McCouch, perkiraan biaya untuk upaya global yang sistematis dan kolaboratif dalam membantu mencirikan sumber daya genetik yang diperlukan untuk ketersediaan pangan di masa depan ini, adalah sekitar 200 juta dolar per tahun.
    “Tampaknya nilai yang tak seberapa, mengingat sebagai masyarakat kita menghabiskan sekitar 1 miliar dolar per tahun untuk menjalankan program Large Hadron Collider CERN di Jenewa, Swiss, dan 180 juta dolar untuk sebuah pesawat jet tempur,” kata McCouch.

http://www.faktailmiah.com/2013/07/06/untuk-ketersediaan-pangan-di-masa-depan-diperlukan-evaluasi-kekayaan-bank-benih-dunia.html

Kehadiran Manusia di Kepulauan Pasifik Sebabkan Kepunahan Massal Burung

     Selasa, 26 Maret 2013 - "Jika kita memperhitungkan pula keseluruhan pulau-pulau lainnya di Pasifik tropis, termasuk burung laut dan burung penyanyi, maka total korban kepunahan bisa berkisar hingga 1.300 spesies burung."
 Penelitian dari Zoological Society of London mengungkapkan bahwa Kepulauan Pasifik dulunya merupakan rumah bagi lebih dari 1.000 spesies burung, namun kemudian mengalami kepunahan segera setelah kependudukan pertama manusia di kawasan tersebut.
    Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, 25 Maret. Hampir 4.000 tahun yang lalu, Kepulauan Pasifik tropis merupakan surga alami yang tak terjamah. Namun kehadiran manusia, seperti orang-orang Hawaii dan Fiji, telah membawa kerusakan yang luar biasa di tempat-tempat ini sebagai akibat dari perburuan dan penebangan pohon yang berlebihan. Dampaknya dengan segera menyebabkan kepunahan berbagai spesies burung. Namun upaya untuk memahami tingkat dan besaran kepunahan tersebut selama ini cukup sulit dilakukan akibat dari ketidakpastian dalam catatan fosil.
    “Kami mempelajari fosil-fosil dari 41 pulau Pasifik tropis, dan dengan menggunakan teknik baru, kami mampu mengukur seberapa banyak spesies tambahan burung yang menghilang tanpa jejak,” jelas Direktur Institut Zoologi di Zoological Society of London, Profesor Tim Blackburn.
    Para peneliti menemukan bahwa 160 spesies burung darat non-passerine(burung tak bertengger, umumnya memiliki kaki yang dirancang untuk fungsi-fungsi tertentu, misalnya kaki berselaput untuk berenang) telah menghilang tanpa jejak, segera setelah manusia pertama tiba di kepulauan tersebut.



    Takah adalah unggas besar asal Selandia Baru. Banyak spesies yang mirip jenis ini telah mengalami kepunahan di Pasifik tropis pada masa-masa kependudukan pertama manusia di kawasan tersebut. Takah berhasil bertahan karena Selandia Baru adalah pulau pegunungan yang besar dan basah, dan memiliki lebih banyak tempat bagi burung untuk bersembunyi dari pemburu. Meski demikian, selama 50 tahun, takkah sempat diduga punah hingga akhirnya populasi kecil unggas ini ditemukan pada tahun 1948 di kawasan terpencil Pegunungan Murchison. (Kredit: Zoological Society of London)
    “Jika kita memperhitungkan pula keseluruhan pulau-pulau lainnya di Pasifik tropis, termasuk burung laut dan burung penyanyi, maka total korban kepunahan bisa berkisar hingga 1.300 spesies burung,” tambah Profesor Blackburn.
Spesies-spesies yang punah meliputi beberapa spesies moa-nalos, sejenis unggas besar dari Hawaii, serta Sylviornis Kaledonia Baru, unggas besar berbobot sekitar 30kg, tiga kali lipat beratnya dari seekor angsa.
    Spesies-spesies burung dan pulau-pulau tertentu sangat rentan terhadap kerusakan habitat dan perburuan. Pulau-pulau yang kecil bahkan lebih banyak kehilangan spesies karena lebih mudah digunduli dan hanya memiliki sedikit tempat bagi burung untuk bisa bersembunyi dari pemburu. Unggas yang tak bisa terbang mengalami kepunahan sebanyak 30 kali lipat dari jenis burung yang bisa terbang.
   Kepunahan burung di Pasifik tropis tak berhenti sampai di situ. Empat puluh spesies lagi kemudian turut punah setelah kedatangan bangsa Eropa, dan hingga saat ini, banyak spesies lainnya yang masih terancam punah.

Kredit: Zoological Society of London
http://www.faktailmiah.com/2013/03/26/kehadiran-manusia-di-kepulauan-pasifik-sebabkan-kepunahan-massal-burung.html

Bunga Bangkai Raksasa Mekar Sempurna



     Bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum) yang muncul di lingkungan Taman Hutan Raya Djuanda, Bandung, Jawa Barat, sudah mekar sempurna pada hari Sabtu (15/12/2012). 
   Peristiwa itu terjadi bertepatan di akhir pekan, sehingga menarik perhatian pengunjung Tahura, yang biasanya ramai pada hari Sabtu dan Minggu.Menurut Kepala Seksi Konservasi Balai Pengelolaan Tahura Djuanda, Tata Kalsa, proses mekarnya bunga bangkai itu dimulai sehari sebelumnya, Jumat lalu pukul 11.00, dan benar-benar mekar sempurna pada petang harinya, pukul 18.00.Tinggi tongkol mahkota bunga yang berwarna kuning muda itu 193 sentimeter (cm), dan diameter mahkotanya 86,6 cm.Tanaman ini diambil dari Bengkulu tahun 2006 dari Cagar Alam Taba Penanjung, dan kemudian ditanam di Tahura Djuanda sebanyak empat umbi pada Januari 2007.Dari empat umbi itu, yang sudah berbunga baru tiga umbi. Proses berbunga sebelumnya terjadi pada tahun 2010 (tanaman yang berbeda). Lama mekar biasanya hanya empat hari, setelah itu bunga akan layu.Proses berbunga lagi diperkirakan empat atau lima tahun lagi. "Jadi ini memang peristiwa langka, sebab tanaman ini akan berbunga lagi sekitar tahun 2017," kata Tata.Rencananya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan hari ini akan meninjau Tahura Djuanda untuk menyaksikan bunga bangkai raksasa tersebut."Senang sekali saya. Kebetulan hari ini ke sini, dan bunga bangkai ini pas mekar. Sebelumnya saya belum pernah melihat yang seperti ini," ungkap Gita Anisa, siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) At-Tauhid Kota Bandung.Sejumlah pengunjung yang kebanyakan dari kalangan pelajar banyak yang penasaran, kemudian mereka dengan kamera saling mengambil gambar di dekat bunga tersebut.Sekretaris Dinas Kehutanan Provinsi Jabar Toyibat yang kemarin mengunjungi lokasi itu berharap, momentum ini bisa membuat Tahura makin dikenal masyarakat. Bukan saja sebagai tempat konservasi alam, melainkan juga sebagai obyek wisata alam yang menarik, teduh, dan hijau
Sumber : Kompas.Com
http://saswinblog2.blogspot.com/

Ilmuwan Temukan Kemungkinan untuk Menciptakan Bahan Bakar dari Karbon Dioksida di Atmosfer


     Rabu, 27 Maret 2013 - "Kita bisa mengambil karbon dioksida secara langsung dari atmosfer dan mengubahnya menjadi produk-produk yang berguna seperti bahan bakar dan bahan kimia, tanpa harus melalui proses yang tidak efisien, yaitu pertumbuhan tanaman dan pengekstrakan dari biomassa."
    Kelebihan karbon dioksida di atmosfer bumi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil secara meluas merupakan pendorong utama terjadinya perubahan iklim global, dan di balik masalah besar ini, para peneliti di seluruh dunia tengah berupaya mencari cara-cara baru untuk menjadikannya sebagai sumber tenaga yang berguna.

   Kini, para Peneliti dari University of Georgia telah berhasil menemukan cara untuk mengubah karbon dioksida yang terperangkap dalam atmosfer menjadi produk industri yang berguna. Temuan mereka segera dapat mengarah pada penciptaan biofuel yang dibuat langsung dari karbon dioksida di udara, yang selama ini bertanggung jawab atas meningkatnya suhu global.
   “Pada dasarnya, apa yang kami lakukan adalah membuat mikroorganisme yang menyerap karbon dioksida seperti apa yang dilakukan tanaman, sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna,” jelas Michael Adams, anggota Institut Riset Bioenergi, profesor bioteknologi Georgia Power serta profesor biokimia dan biologi molekuler Distinguished Research di Franklin College of Arts and Sciences.
   Selama proses fotosintesis, tanaman menggunakan sinar matahari untuk mengubah udara dan karbon dioksida menjadi gula.  Seperti halnya manusia yang membakar kalori dari makanan, tanaman menggunakan gula ini sebagai sumber energinya. Gula ini dapat difermentasi menjadi bahan bakar seperti etanol. Namun, sangat sulit untuk secara efisien mengekstrak gula yang terkurung dalam dinding sel tanaman yang kompleks.
  Michael Adams adalah anggota Institut Riset Bioenergi University of Georgia, profesor bioteknologi Georgia Power serta profesor biokimia dan biologi molekuler Distinguished Research di Franklin College of Arts and Sciences. (Kredit: University of Georgia).
    “Apa yang menjadi inti dari temuan ini adalah, kita dapat menggantikan tanaman yang selama ini berlaku sebagai perantara,” ungkap Adams, “Kita bisa mengambil karbon dioksida secara langsung dari atmosfer dan mengubahnya menjadi produk-produk yang berguna seperti bahan bakar dan bahan kimia, tanpa harus melalui proses yang tidak efisien, yaitu pertumbuhan tanaman dan pengekstrakan dari biomassa.”
     Proses ini dimungkinkan oleh mikroorganisme unik yang disebutPyrococcus furiosus, yang justru bertumbuh subur dengan mencari makanan dalam karbohidrat di perairan laut super-panas dekat ventilasi panas bumi. Dengan memanipulasi materi genetik organisme ini, Adams beserta rekan-rekannya menciptakan jenis P. furiosus yang mampu mencari makan pada temperatur yang lebih rendah dalam karbon dioksida.
  Tim peneliti kemudian menggunakan gas hidrogen untuk menciptakan reaksi kimia pada mikroorganisme, suatu reaksi yang menggabungkan karbon dioksida ke dalam 3-hydroxypropionic acid, jenis bahan kimia industri yang umumnya digunakan untuk membuat akrilik dan berbagai produk lainnya.
   Dengan berbagai manipulasi genetik lain dari strain baru P. furiosus, para peneliti mampu membuat suatu versi yang menghasilkan sejumlah produk industri berguna lainnya, termasuk bahan bakar, dari karbon dioksida.
    Saat dibakar, bahan bakar yang tercipta melalui proses P. furiosus ini melepaskan karbon dioksida dalam jumlah yang sama dengan karbon dioksida yang digunakan untuk menciptakannya, secara efektif menjadikannya karbon netral, dan menjadi bahan bakar alternatif yang jauh lebih bersih sebagai pengganti bensin, batubara dan minyak.
    “Ini merupakan langkah penting pertama yang memberi janji besar sebagai metode produksi bahan bakar yang efisien dan hemat biaya,” kata Adams, “Di masa mendatang kami akan memperbaiki prosesnya dan mulai menguji pada skala yang lebih besar.”

Kredit: University of Georgia
Jurnal: Matthew W. Keller, Gerrit J. Schut, Gina L. Lipscomb, Angeli L. Menon, Ifeyinwa J. Iwuchukwu, Therese T. Leuko, Michael P. Thorgersen, William J. Nixon, Aaron S. Hawkins, Robert M. Kelly, Michael W. W. Adams. Exploiting microbial hyperthermophilicity to produce an industrial chemical, using hydrogen and carbon dioxideProceedings of the National Academy of Sciences, 2013 DOI: 10.1073/pnas.1222607110
http://www.faktailmiah.com/2013/03/27/ilmuwan-temukan-kemungkinan-untuk-menciptakan-bahan-bakar-dari-karbon-dioksida-di-atmosfer.html